Sepatu keselamatan (atau yang Kamu sebut dengan sepatu safety) ialah salah satu jenis alat pelindung diri yang diberikan kepada pekerja sebagai bentuk dari pentingnya keselamatan kerja. Sepatu keselamatan ialah alat pelindung kaki yang ditata dalam Lampiran Ketentuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER. 08/MEN/VII/2010 mengenai Alat Pelindung Diri (“Permenakertrans 8/2010”) berbarengan dengan alat pelindung diri lain, seperti alat pelindung kepala, telinga, mata dan muka, dsb. Keterangan selanjutnya menganai apa sajakah alat-alat pelindung diri untuk pekerja dapat Kamu simak dalam artikel Bolehkah Mogok Kerja Memohon Menambahkan Karyawan?
Mengenai yang disebut dengan alat pelindung diri berdasar pada Pasal 1 angka 1 Permenakertrans 8/2010 yaitu suatu alat yang memiliki kekuatan membuat perlindungan seorang yang manfaatnya mengisolasi beberapa atau semua badan dari potensi bahaya ditempat kerja.
Dalam Poin 6 Lampiran Permenakertrans 8/2010 diantaranya dijelaskan kalau sepatu keselamatan adalah alat pelindung kaki yang berperan membuat perlindungan kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terserang cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terserang bahan kimia beresiko dan jasad renik, tergelincir.
Lalu type pekerjaan apa sajakah yang pada pekerja diberikan sepatu keselamatan? Dalam Poin 6. 2 Lampiran Permenakertrans 8/2010 disebutkan selanjutnya kalau type pelindung kaki berbentuk sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang punya potensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan sebagainya.
Menjawab pertanyaan Kamu, kita dapat mengacu pada ketetapan dalam Pasal 14 huruf c Undang-Undang No. 1 Th. 1970 mengenai Keselamatan Kerja (“UU 1/1970”), yang menyampaikan kalau pengurus harus sediakan dengan cara bebrapa hanya, semua alat perlindungan diri yang diharuskan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan sediakan untuk setiap orang lain yang masuk tempat kerja itu, dibarengi dengan beberapa panduan yang diperlukan menurut panduan pegawai pengawas atau pakar keselamatan kerja.
Yang disebut dengan pengurus yaitu orang yang memiliki pekerjaan memimpin segera suatu hal tempat kerja atau bagiannya yang berdiri dengan sendiri (Pasal 1 ayat (2) UU 1/1970).
Selanjutnya, ditata juga dalam Pasal 2 ayat (1) Permenakertrans 8/2010, kalau pemberian alat pelindung kerja ini, termasuk sepatu keselamatan, sifatnya harus dilakukan untuk entrepreneur. Diluar itu, alat pelindung diri juga harus penuhi Standard Nasional Indonesia (SNI) dan diberikan dengan cara bebrapa hanya pada pekerja Pasal 2 ayat (2) dan (3) Permenakertrans 8/2010.
Dalam ketentuan itu tidak dimaksud sanksi apa yang di terima entrepreneur bila tidak memberi alat pelindung untuk pekerjanya. Walau demikian, dalam Pasal 9 Permenakertrans 8/2010 diantaranya dijelaskan kalau entrepreneur atau pengurus yg tidak penuhi ketetapan seperti disebut dalam Pasal 2 Permenakertrans 8/2010 dapat dipakai sanksi sesuai UU 1/1970.
Dalam Pasal 15 ayat (2) UU 1/1970 disebutkan kalau pelanggaran atas keselamatan kerja ditata selanjutnya dalam ketentuan perundang-undangan pelaksana, yang bisa memberi ancaman pidana dengan hukuman kurungan selamanya 3 (tiga) bln. atau denda setinggi-tingginya Rp. 100. 000, - (seratus ribu rupiah).
Mengenai yang disebut dengan alat pelindung diri berdasar pada Pasal 1 angka 1 Permenakertrans 8/2010 yaitu suatu alat yang memiliki kekuatan membuat perlindungan seorang yang manfaatnya mengisolasi beberapa atau semua badan dari potensi bahaya ditempat kerja.
Dalam Poin 6 Lampiran Permenakertrans 8/2010 diantaranya dijelaskan kalau sepatu keselamatan adalah alat pelindung kaki yang berperan membuat perlindungan kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terserang cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terserang bahan kimia beresiko dan jasad renik, tergelincir.
Lalu type pekerjaan apa sajakah yang pada pekerja diberikan sepatu keselamatan? Dalam Poin 6. 2 Lampiran Permenakertrans 8/2010 disebutkan selanjutnya kalau type pelindung kaki berbentuk sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang punya potensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan sebagainya.
Menjawab pertanyaan Kamu, kita dapat mengacu pada ketetapan dalam Pasal 14 huruf c Undang-Undang No. 1 Th. 1970 mengenai Keselamatan Kerja (“UU 1/1970”), yang menyampaikan kalau pengurus harus sediakan dengan cara bebrapa hanya, semua alat perlindungan diri yang diharuskan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan sediakan untuk setiap orang lain yang masuk tempat kerja itu, dibarengi dengan beberapa panduan yang diperlukan menurut panduan pegawai pengawas atau pakar keselamatan kerja.
Yang disebut dengan pengurus yaitu orang yang memiliki pekerjaan memimpin segera suatu hal tempat kerja atau bagiannya yang berdiri dengan sendiri (Pasal 1 ayat (2) UU 1/1970).
Selanjutnya, ditata juga dalam Pasal 2 ayat (1) Permenakertrans 8/2010, kalau pemberian alat pelindung kerja ini, termasuk sepatu keselamatan, sifatnya harus dilakukan untuk entrepreneur. Diluar itu, alat pelindung diri juga harus penuhi Standard Nasional Indonesia (SNI) dan diberikan dengan cara bebrapa hanya pada pekerja Pasal 2 ayat (2) dan (3) Permenakertrans 8/2010.
Dalam ketentuan itu tidak dimaksud sanksi apa yang di terima entrepreneur bila tidak memberi alat pelindung untuk pekerjanya. Walau demikian, dalam Pasal 9 Permenakertrans 8/2010 diantaranya dijelaskan kalau entrepreneur atau pengurus yg tidak penuhi ketetapan seperti disebut dalam Pasal 2 Permenakertrans 8/2010 dapat dipakai sanksi sesuai UU 1/1970.
Dalam Pasal 15 ayat (2) UU 1/1970 disebutkan kalau pelanggaran atas keselamatan kerja ditata selanjutnya dalam ketentuan perundang-undangan pelaksana, yang bisa memberi ancaman pidana dengan hukuman kurungan selamanya 3 (tiga) bln. atau denda setinggi-tingginya Rp. 100. 000, - (seratus ribu rupiah).